“Di sini rakyat tetap melarat
Barangkali Tuhan pun tak akan pernah mau tersenyum melihat kesewenang-wenangan”
Orang Dewan memang ambisius. Mereka mendirikan gedung baru berlantai 36 berbandrol 1 T. Mereka pun tutup kuping saat publik membombardir dengan cercaan, makian, dan sumpah serapah ide gila itu. Mereka tetap melenggang atas nama kekuasaan.
Kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban yang merupakan pilar-pilar untuk membangun ke-kita-an telah lenyap. Logika kesederhanaan adalah membatasi nafsu duniawi sehingga muncul peluang untuk membagi kenikmatan kepada orang lain. Kemewahan seringkali mengantarkan seseorang kepada sifat keserakahan sebagai representasi “saya” bukan “kita”. Kesederhanaan mendorong seseorang menjadi berpikir segala sesuatu yang terjadi pada “kita”. Sikap dan sifat kebersamaan yang diutamakan bukan ke-individu-an.
Sang pemimpin yang asketis punya beberapa modal, seperti manusia Indonesia yang kuat cintanya kepada Tanah Air dan Bangsa, satu sikap patriotisme yang tidak rela Indonesia dikalahkan bangsa lain, sikap loyalitas menjadi modal dan pondasi yang sangat ampuh dalam menopang perjalanan bangsa. Semua itu tinggal kenangan kini.
Sikap asketis (kesederhanaan) sang pemimpin dalam kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis multidimensional ini akan menjadi teladan don contoh bagi rakyat.
Sang pemimpin nantinya dapat memberikan penyadaran tentang hidup asketis di tengah carut-marutnya bangsa karena perbenturan kebodohan dari para elite politik.
Padahal, Indonesia dahulu pernah banyak melahirkan pemimpin asketis seperti Soedirman, Hatta, Sjahrir dsb.
Maaf Pak, rumahmu kini telah roboh sebab perbenturan kebodohan…
sumber : dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar